MEMAHAMI KONSEP DAN TORI PERUBAHAN BUDAYA DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIASAAN MAKAN DAN GIZI (SOSIOLOGI/ANTROPOLOGI KESEHATAN)
BAB.V.
MEMAHAMI KONSEP DAN TORI PERUBAHAN BUDAYA DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIASAAN MAKAN DAN GIZI
1. Teori Ketertinggalan Kebudayaan Menurut W.F. Ogburn
A. Pengertian
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959, (Yuliyantho, 2010).
Menurut William F. Ogburn, perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik bersifat materiil maupun immaterial. Kebudayaan material merupakan hasil karya, kerja dan karsa manusia, seperti traktor, listrik, mobil, komputer, hp. Sementara kebudayaan immaterial berwujud, norma, sangsi, adat-istiadat.
B. Teori Materialis (Materialist Theory)
Ogburn memusatkan perhatian pada perkembangan teknologi dan ia menjadi terkenal karena mengembangkan ide mengenai ketertinggalan budaya dan penyesuaian tak terelakkan dari faktor-faktor kebudayaan terhadap teknologi.
“Teori ketertingalan kebudayaan” ini melibatkan dua variable yang telah menunjukkan penyeswuaian pada waktu tertentu. Tetapi karena penciptaan atau penemuan baru, salah satu variabel berubah lebih cepat daripada varuiabel lain. Dengan kata lain, bila laju perubahan bagian-bagian yang saling tergantung dari satu kebudayaan tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan, dan penyesuaian selanjutnya “kurang memuaskan” dengan tujuan yang dicapai mula-mula, (Lauer, 1993: 209).
Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dikemukakan Ogburn ini berakibat bagi kualitas hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama, penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, enyesuaian antara kebudayaan dan manusia. Masalah penyesuaian manusia terlihat dalam berbagai jenis ketegangan dan perampasan hak, kejahata, pelacuran, dan berbagai masalah sosial lain yang merupakan tanda-tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, (Lauer, 1993: 210).
Teori Materialis yang disampaikan oleh William F. Ogburn pada intinya mengemukakan bahwa:
1) Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi mereka.
2) Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan istilah cultural lag, ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Teknologi, menurut Ogburn, berubah terlebih dahulu, sedangkan kebudayaan berubah paling akhir. Dengan kata lain kita berusaha mengjar teknologi yang terus menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia.
3) Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu, perubahan seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
C. Kesimpulan
Istilah ketertinggalan budaya merujuk pada kebudayaan simbolis yang tertinggal di belakang perubahan teknologi. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat.
Kebudayaan material selalu berkaitan dengan penciptaan atau penemuan baru, Ogburn lebih khususnya menyebut teknologi sebagai satu variabel berubah lebih cepat daripada variabel lain. teknologi adalah mekanisme yang mendorong perubahan. Kebudayaan materiil adalah sumber utama kemajuan. Bila laju perubahan material dan imaterial yang saling tergantung tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan
2. Teori Perubahan budaya Oleh Bronislaw Malinowski
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
1) Perubahan Kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a) Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi (kebudayaan material). Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b) Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti adat istiadat dan keyakinan agama (kebudayaan non material). Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
a. Faktor intern
· Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
· Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
· Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
· Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
b. Faktor ekstern
· Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
· Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
· Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
3. Kaitan Budaya dengan Masalah Gizi Masyarakat
A. Pendahuluan
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup
dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu
pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan,
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih
yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu
disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu
mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola makan. Perubahan pola
makan ini dipercepat dengan maraknya arus budaya makanan asing yang
disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi.
Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik
masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat
semakin banyaknya penduduk dengan golongan tertentu mengalami masalah
gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas (Almatsier,2009)
B. Materi tentang Kaitan Budaya dengan Masalah Gizi Masyarakat
Bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan
permasalahan gizi masyarakat, perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980)
yang menjelaskan kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang
memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan
yang terjadi dalam berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau
perilaku jangka panjang sebagai konsekuensi langsung ataupun tidak
langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan
gaya hidup pada gilirannya akan memengaruhi kebiasaan makan, baik secara
kualitas maupun kuantitas (Pelto, 1980).
Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada
keluarga, menarik untuk disimak pendapat Baliwati yang menyampaikan
bahwa kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok
masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat
dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan
masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar
arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi
orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi,
pengolahan, penyaluran dan penyajian (Baliwati, dkk, 2004).
Menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya yang memengaruhi
status gizi adalah pengetahuan, suku/etnis, pengetahuan, distribusi makanan,
pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga. Koentjaraningrat (1993)
juga menjelaskan untuk melihat kondisi sosial seseorang maka perlu
diperhatikan faktor pengetahuan.
Kebudayaan suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau
bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa dan bagaimana
penduduk makan atau dengan kata lain pola kebudayaan mempengaruhi
orang dalam memilih pangan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jenis
makanan tertentu yang mempunyai nilai lebih dalam masyarakat dan bila
seseorang mengkonsumsi makanan tesebut maka akan meningkatkan
prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang
mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung
berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi
terjadinya obesitas (Irawati, 2000).
Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya antara lain
stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak
yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan
terhadap penyakit gizi kurang. Juga indikator demografi yang meliputi
susunan dan pola kegiatan penduduk, seperti peningkatan jumlah penduduk,
tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, serta jarak kelahiran.
Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor
budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai
masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu
kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan
prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai
yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan-bahan
makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk
dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang
dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang
berkaitan dengan agama atau kepercayaan.
Di sisi yang lain, kebiasaan makan juga memiliki hubungan dengan
hampir semua agama, walaupun berlainan dari agama satu dengan agama
lainnya. Kebanyakan kelompok agama juga mempunyai peraturan tertentu
terhadap makanan. Pada mulanya, mereka mengembangkan sebagai
prasangka terhadap beberapa bahaya yang berhubungan dengan pangan yang
kini dipantang atau karena faktor lain. Apapun alasannya, jenis pangan
tertentu tidak dapat diterima anggota suatu kelompok bragama (Suhardjo
, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
http://ensiklo.com/2015/09/konsep-ketertinggalan-kebudayaan-menurut-w-f-ogburn/
http://ayouk91.blogspot.co.id/2010/11/teori-perubahan-sosial-budaya-oleh.html
http://www.academia.edu/6354422/Makalah_Kaitan_Budaya_Masalah_Gizi_Ovi
http://fafneil.blogspot.co.id/2013/03/pengertiankebudayaan-budayaadalah-suatu.html
http://prof-arkan.blogspot.co.id/2012/04/akulturasi-sebagai-mekanisme-perubahan.html
sekian rangkuman materi MEMAHAMI KONSEP DAN TORI PERUBAHAN BUDAYA DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIASAAN MAKAN DAN GIZI yang saya rangkum sendiri dari beberapa sumber yang saya kutip dari internet. smoga dapat membantu ;)
MEMAHAMI KONSEP DAN TORI PERUBAHAN BUDAYA DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIASAAN MAKAN DAN GIZI
1. Teori Ketertinggalan Kebudayaan Menurut W.F. Ogburn
A. Pengertian
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959, (Yuliyantho, 2010).
Menurut William F. Ogburn, perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik bersifat materiil maupun immaterial. Kebudayaan material merupakan hasil karya, kerja dan karsa manusia, seperti traktor, listrik, mobil, komputer, hp. Sementara kebudayaan immaterial berwujud, norma, sangsi, adat-istiadat.
B. Teori Materialis (Materialist Theory)
Ogburn memusatkan perhatian pada perkembangan teknologi dan ia menjadi terkenal karena mengembangkan ide mengenai ketertinggalan budaya dan penyesuaian tak terelakkan dari faktor-faktor kebudayaan terhadap teknologi.
“Teori ketertingalan kebudayaan” ini melibatkan dua variable yang telah menunjukkan penyeswuaian pada waktu tertentu. Tetapi karena penciptaan atau penemuan baru, salah satu variabel berubah lebih cepat daripada varuiabel lain. Dengan kata lain, bila laju perubahan bagian-bagian yang saling tergantung dari satu kebudayaan tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan, dan penyesuaian selanjutnya “kurang memuaskan” dengan tujuan yang dicapai mula-mula, (Lauer, 1993: 209).
Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dikemukakan Ogburn ini berakibat bagi kualitas hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama, penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, enyesuaian antara kebudayaan dan manusia. Masalah penyesuaian manusia terlihat dalam berbagai jenis ketegangan dan perampasan hak, kejahata, pelacuran, dan berbagai masalah sosial lain yang merupakan tanda-tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial, (Lauer, 1993: 210).
Teori Materialis yang disampaikan oleh William F. Ogburn pada intinya mengemukakan bahwa:
1) Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi mereka.
2) Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan istilah cultural lag, ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Teknologi, menurut Ogburn, berubah terlebih dahulu, sedangkan kebudayaan berubah paling akhir. Dengan kata lain kita berusaha mengjar teknologi yang terus menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia.
3) Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu, perubahan seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
C. Kesimpulan
Istilah ketertinggalan budaya merujuk pada kebudayaan simbolis yang tertinggal di belakang perubahan teknologi. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat.
Kebudayaan material selalu berkaitan dengan penciptaan atau penemuan baru, Ogburn lebih khususnya menyebut teknologi sebagai satu variabel berubah lebih cepat daripada variabel lain. teknologi adalah mekanisme yang mendorong perubahan. Kebudayaan materiil adalah sumber utama kemajuan. Bila laju perubahan material dan imaterial yang saling tergantung tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan
2. Teori Perubahan budaya Oleh Bronislaw Malinowski
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Kesadaran akan dinamisnya suatu masyarakat
dan kebudayaan, sehingga menyebabkan timbulnya penyelidikan-penyelidikan
mengenai proses perubahan dinyatakan dengan tegas oleh seorang sarjana
antreopologi yang terkenal B. Malinowski, yang menyatakan bahwa; “A new
branch of anthropology must sooner or later be started: the anthropology of the
changing Native. Nowadays, when we are
intensely interested, through the new anthropology theory in the problem of
contact and difusion, it seems incredible that hardly any exhaustive studies
have been undertaken on the question of how European influence is being
diffused into native communities (Malinowski,
1929:22-34).
Perubahan masyarakat dan kebudayaan yang merupakan perpaduan
antara berbagai kebudayaan, timbul terutama di negara-negara Eropa yang
mempunyai daerah-daerah jajahan atau di negeri Amerika Serikat yang mempunyai
didalam wilayahnya penduduk dari suku-suku bangsa Indian. Di Inggris misalnya,
penyelidikan serupa disebut penyelidikan tentang culture contact di
Amerika lebih banyak dipergunakan sebutan penyelidikan acculturation (Herskovit,
1948:538; Beals, 1953:621-624).
1) Perubahan Kebudayaan
Pengertian perubahan kebudayaan adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh :
Masuknya mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller” di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi kehilangan pekerjaan.
Semua terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a) Mendorong perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama unsur-unsur teknologi dan ekonomi (kebudayaan material). Adanya individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan, terutama generasi muda.Adanya faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
b) Menghambat perubahan kebudayaan
Adanya unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah seperti adat istiadat dan keyakinan agama (kebudayaan non material). Adanya individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi tu yang kolot.
Ada juga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan :
a. Faktor intern
· Perubahan Demografis
Perubahan demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian, pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan papan.
· Konflik social
Konflik social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
· Bencana alam
Bencana alam yang menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor, letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
· Perubahan lingkungan alam
Perubahan lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
b. Faktor ekstern
· Perdagangan
Indonesia terletak pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat. Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
· Penyebaran agama
Masuknya unsur-unsur agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
· Peperangan
Kedatangan bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa asing ke Indonesia.
3. Kaitan Budaya dengan Masalah Gizi Masyarakat
A. Pendahuluan
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup
dan pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu
pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan,
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih
yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu
disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu
mengakibatkan perubahan gaya hidup dan pola makan. Perubahan pola
makan ini dipercepat dengan maraknya arus budaya makanan asing yang
disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi.
Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik
masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat
semakin banyaknya penduduk dengan golongan tertentu mengalami masalah
gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas (Almatsier,2009)
B. Materi tentang Kaitan Budaya dengan Masalah Gizi Masyarakat
Bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan
permasalahan gizi masyarakat, perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980)
yang menjelaskan kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang
memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan
yang terjadi dalam berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau
perilaku jangka panjang sebagai konsekuensi langsung ataupun tidak
langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan
gaya hidup pada gilirannya akan memengaruhi kebiasaan makan, baik secara
kualitas maupun kuantitas (Pelto, 1980).
Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada
keluarga, menarik untuk disimak pendapat Baliwati yang menyampaikan
bahwa kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok
masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat
dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan
masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar
arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi
orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi,
pengolahan, penyaluran dan penyajian (Baliwati, dkk, 2004).
Menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya yang memengaruhi
status gizi adalah pengetahuan, suku/etnis, pengetahuan, distribusi makanan,
pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga. Koentjaraningrat (1993)
juga menjelaskan untuk melihat kondisi sosial seseorang maka perlu
diperhatikan faktor pengetahuan.
Kebudayaan suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau
bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap apa dan bagaimana
penduduk makan atau dengan kata lain pola kebudayaan mempengaruhi
orang dalam memilih pangan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jenis
makanan tertentu yang mempunyai nilai lebih dalam masyarakat dan bila
seseorang mengkonsumsi makanan tesebut maka akan meningkatkan
prestisenya dalam masyarakat. Dimana terkadang makanan tersebut kurang
mengandung nilai gizi atau mungkin mengandung nilai gizi yang cenderung
berlebihan yaitu protein dan lemak yang tinggi yang akan mempengaruhi
terjadinya obesitas (Irawati, 2000).
Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya antara lain
stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak
yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan
terhadap penyakit gizi kurang. Juga indikator demografi yang meliputi
susunan dan pola kegiatan penduduk, seperti peningkatan jumlah penduduk,
tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, serta jarak kelahiran.
Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor
budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai
masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu
kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan
prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai
yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan. Misalnya bahan-bahan
makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu untuk
dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang
dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang
berkaitan dengan agama atau kepercayaan.
Di sisi yang lain, kebiasaan makan juga memiliki hubungan dengan
hampir semua agama, walaupun berlainan dari agama satu dengan agama
lainnya. Kebanyakan kelompok agama juga mempunyai peraturan tertentu
terhadap makanan. Pada mulanya, mereka mengembangkan sebagai
prasangka terhadap beberapa bahaya yang berhubungan dengan pangan yang
kini dipantang atau karena faktor lain. Apapun alasannya, jenis pangan
tertentu tidak dapat diterima anggota suatu kelompok bragama (Suhardjo
, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
http://ensiklo.com/2015/09/konsep-ketertinggalan-kebudayaan-menurut-w-f-ogburn/
http://ayouk91.blogspot.co.id/2010/11/teori-perubahan-sosial-budaya-oleh.html
http://www.academia.edu/6354422/Makalah_Kaitan_Budaya_Masalah_Gizi_Ovi
http://fafneil.blogspot.co.id/2013/03/pengertiankebudayaan-budayaadalah-suatu.html
http://prof-arkan.blogspot.co.id/2012/04/akulturasi-sebagai-mekanisme-perubahan.html
sekian rangkuman materi MEMAHAMI KONSEP DAN TORI PERUBAHAN BUDAYA DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIASAAN MAKAN DAN GIZI yang saya rangkum sendiri dari beberapa sumber yang saya kutip dari internet. smoga dapat membantu ;)
Komentar
Posting Komentar